Dalam bahasa Arab, kata “nashara” merupakan bentuk jamak dari
“nashrani”. Sebutan “umat Nasrani” secara salah-kaprah digunakan untuk
merujuk pada umat Kristiani, penganut agama Kristen. Kita sering jumpai
ucapan selamat Natal dari sebagian kaum Muslim diawali dengan kalimat
“Buat kawan-kawan umat Nasrani”. Bahkan, dalam tulisan teolog Kristen
Rinto Pangaribuan, kata “Nasrani” dan “Kristen” digunakan secara bergantian.
Sepanjang
sejarah Kristen, umat Kristiani tidak menyebut diri mereka sebagai
“nashara” atau kaum Nasrani. Orang-orang Kristen Arab menyebut diri
mereka dengan kata “masihiyyun” (pengikut al-Masih) dan karena itu agama
Kristen disebut “masihiyyah”. Di kalangan komunitas non-Arab pun
istilah “nashara” tidak digunakan untuk menyebut para pengikut Yesus.
Dalam literatur Kristen berbahasa Suriah (Syriac), misalnya, dikenal istilah mshihaya. Yakni, seperti padanan Arabnya, para pengikut al-Masih. Juga, dalam bahasa Yunani lebih dikenal sebutan kristyana, yang berarti pengikut Kristus. Kaum Muslim menggunakan istilah nashara atau nashrani karena al-Qur’an menggunakan kedua kata tersebut.
Siapakah kaum nashara dalam al-Qur’an? Bolehkah kita memanggil umat Kristiani sekarang dengan sebutan nashara? Sebelum pertanyaan terakhir dijawab “tidak”, kita perlu diskusikan pertanyaan pertama dahulu.
“Nashara/Nashrani” dalam al-Qur’an
Kata
“nashara/nashrani” muncul empat belas kali dalam al-Qur’an. Selain itu,
Kitab Suci kaum Muslim juga menggunakan istilah “ahlul kitab” sebanyak
lima puluh empat kali, yang mencakup di dalamnya umat Kristiani. Dalam
satu ayat, umat Kristiani disebut “ahlul injil”. Ketiga istilah tersebut
digunakan untuk merujuk pada para pengikut Isa, putera Maryam.
Menarik
dicatat, di antara ketiga istilah tersebut, kata “nashara” yang paling
sedikit didiskusikan. Padahal, istilah itu sebenarnya yang paling
problematik atau, setidaknya, enigmatik. Kaum Muslim sekarang secara taken-for-granted mengira bahwa nashara/nashrani
merupakan sebutan yang diterima luas oleh umat Kristiani. Bahkan,
mungkin sebagian umat Kristiani sendiri tidak mengetahui bahwa nashara/nashrani adalah sebutan yang bersifat peyoratif.
Sebelum didiskusikan lebih lanjut watak peyoratif istilah nashara,
ada baiknya disebutkan terlebih dahulu aspek filologis dan
leksikografis dari kata enigmatik itu. Sebenarnya para mufasir Muslim
awal tampak kesulitan melacak etimologi kata “nashara”.
Ada dua
tafsir yang mereka ajukan. Pertama, melacak kata “nashara” dari sisi
geografis, yakni dikaitkan dengan nama daerah di mana Isa dan Maryam
tinggal, Nasirah (Nazareth). Dengan demikian, nashara
adalah para pengikut seorang (Yesus) yang berasal dari Nasirah. Dalam
nomenklatur Kristen, kita kerap jumpai penyebutan Yesus dari Nazaret.
Tafsir ini sangat umum dianut oleh ulama Muslim awal, seperti direkam
oleh Tabari (w. 923). Kedua, di kalangan para mufasir belakangan, kata “nashara” dilacak ke akar kata Arab n-sh-r yang berarti “menolong”. Pelakunya disebut “nasir” (bentuk jamaknya, “anshar”). Pelacakan etimologis seperti ini didasarkan pada ayat al-Qur’an (QS. 3:52) yang merekam pernyataan murid-murid Yesus (hawariyyun). Ketika Isa bertanya, “man anshari ila allah?” (Siapa penolongku menuju Allah?). Mereka menjawab, “nahnu anshar allah” (Kami adalah para penolong Allah).
Kedua
tafsir di atas dikenal luas dalam kesarjanaan Muslim, walaupun dari
segi tata-bahasa Arab sulit dipahami transformasi “nashirah” atau
“nashir/anshar” menjadi “nashrani” atau “nashara”. (Mereka yang tahu
bahasa Arab pasti mengerti apa yang saya maksud.) Karena itu, untuk
memahami siapa “nashara/nashrani” diperlukan penelitian yang lebih
mendalam terhadap konteks historis di mana al-Qur’an muncul.
Penelitian
historis itu diperlukan bukan hanya karena kita kesulitan melacak
asal-usul “nashara” dari bahasa Arab, tetapi juga keyakinan orang-orang nashara berbeda dari umat Kristiani pada umumnya. Al-Qur’an menuduh orang-orang nashara mengakui triteisme (tiga Tuhan), padahal umat Kristiani mengimani Trinitas. Tiga Tuhan yang menjadi keyakinan kaum nashara terdiri dari Allah, Isa dan Maryam, padahal Trinitas itu terdiri dari Bapa, Anak, dan Ruh Kudus. Karena itu, menganggap nashara
(kaum Nasrani) sebagai umat Kristiani punya konsekuensi serius. Yakni,
al-Qur’an bisa dianggap salah paham terhadap doktrin Kristen. Sebab,
doktrin-doktrin yang dinisbatkan kepada kaum nashara berbeda dari keyakinan umat Kristiani. Maka, berhentilah menyebut umat Kristiani sebagai nashara atau kaum Nasrani!
Pertanyaan
yang tersisa ialah: Kenapa al-Qur’an menggunakan istilah “nashara”?
Apakah istilah itu sudah digunakan sebelum al-Qur’an? Oleh siapa dan
kepada siapa? Tentu saja, al-Qur’an tidak menginvensi istilah tersebut dari kevakuman. Istilah nashara
sudah digunakan jauh sebelum al-Qur’an muncul ke permukaan sejarah.
Kata “nasrani” hanya muncul sekali dalam Perjanjian Baru. Yakni, dalam
Kisah Para Rasul (24:5). Ketika Paulus menjadi tertuduh di hadapan
Gubernur Romawi, Feliks, penasihat hukum orang-orang Yahudi, Tertulus,
menyebut Paulus sebagai “seorang tokoh dari sekte Nasrani”.
Barangkali,
maksud pernyataan Tertulus ialah Paulus sebagai pengikut seorang dari
Nazaret. Para sarjana masih berdebat soal identitas “sekte Nasrani” itu,
walaupun semua sepakat bahwa Tertulus menggunakan istilah tersebut
dengan tujuan merendahkan atau menghina Paulus. Dari situ dapat
dimegerti kenapa umat Kristiani tidak pernah menyebut diri mereka dengan
sebutan “nashara” atau kaum Nasrani.
Kendati literatur Kristen tidak menggunakan nashara melainkan mshihaya atau kristyana, sumber-sumber berbahasa Suriah dan Yunani menyebutkan penggunaan “nasraya” (Arab: nashara)
di kalangan non-Kristen, dan terutama di Persia hingga abad ke-5. Para
penulis Suriah menggambarkan bahwa orang-orang Pagan Persia dan, bahkan,
Suriah sendiri memanggil kaum Kristiani dengan sebutan nasraya. Jelas, istilah itu berkonotasi negatif dan karenanya dihindari oleh para penulis Kristen.
Bagi para penulis Kristen, kaum Kristiani bukan nashara. Pada abad ke-5, St. Epiphanius dari Salamis menulis karya heresiografi penting, Panarion, yang sampai kepada kita sekarang, dan menyebut kaum Nasrani sebagai sekte Yahudi-Kristen kuno yang heretik. Panarion bisa disejajarkan dengan al-Milal wa al-nihal-nya
Ibnu Hazm (w. 1064) atau Syahrastani (w. 1153). Epiphanius menyebut
sekte-seke Kristen awal, termasuk sekte Nasrani itu, untuk ditolak
sebagai tidak merepresentasikan agama Kristen.
Sebagian sarjana modern, seperti François de Blois, berargumen bahwa apa yang digambarkan Epiphanius tentang nashara
punya kemiripan dengan Kristologi al-Qur’an. Logika lanjutan dari
argumen ini, doktrin-doktrin yang dikritik al-Qur’an bukanlah keyakinan
kaum Kristiani, melainkan sekte heretik yang juga ditolak keras oleh
Kristen sendiri, seperti konsepsi tiga Tuhan itu. Ketika al-Qur’an
memasukkan Maryam sebagai satu dari tiga Tuhan, Epiphanius melacak
keyakinan seperti itu pada sekte yang berkembang di Arabia antara abad
ke-4 dan 5, yang dikenal dengan sebutan sekte Collyridians.
Penjelasan
“heretik” ini diterima luas di kalangan sarjana-sarjana modern. Namun
demikian, dalam kesarjanaan mutakhir, ada perkembangan cukup signifikan
yang mempersoalkan pandangan yang menempatkan Arabia sebagai “the motherland of heretics”.
Kajian belakangan cenderung menguatkan hipotesis bahwa Arabia tidaklah
sedemikian terisolasi sebagaimana diasumsikan, sehingga tak dapat
dipandang sebagai tempat kaum heretik.
Lalu, kenapa al-Qur’an
menyebut umat Kristiani sebagai “nashara”? Barangkali retorika al-Qur’an
itu menggambarkan iklim polemik di mana al-Qur’an muncul. Pendekatan
baru terhadap retorika kritik al-Qur’an ini dapat dibaca dalam buku
saya, Polemik Kitab Suci (Gramedia, 2013) atau edisi Inggrisnya Scriptural Polemics (Oxford, 2014).
Perbedaan
pendekatan “heretik” dan “retorika polemik” punya implikasi berbeda
dalam memahami al-Qur’an. Tapi, kedua pendekatan tersebut bersepakat
tentang satu poin: Tidak dibenarkan memanggil umat Kristiani dengan
sebutan nashara, karena mereka bukan kaum Nasrani. Agama Kristen bukan sekte heretik dan kita tidak hidup dalam iklim polemik.
0 comments:
Posting Komentar
Terima kasih telah mampir.
Silakan meninggalkan komentar dan SHARE ke media sosial Anda.