Saya berbicara bersama
arwah mencari tahu apa yang terjadi setelah kita mati. Dari penjelasan orang-orang
yang meninggal itu, saya berbagi teori tentang apa yang terjadi setelah manusia
dikuburkan. Saya tidak
benar-benar tahu apa yang akan terjadi ketika kita meninggal. Akan tetapi, saya
setidaknya sekarang memiliki gambaran karena sering berbincang dengan orang
yang sudah meninggal.
Begini, saya adalah seorang
spiritualis. Saya bisa mendengar, melihat dan merasakan keberadaan makhluk
halus. Pengalaman ini tidak menakutkan. Kalau dipikir-pikir lebih mirip
film Ghost yang diperankan Whoopi Goldberg (ketika dia tidak
menipu orang). Anda mungkin menganggapnya aneh, tapi saya merasa biasa-biasa
saja dengan semua ini.
Saya pernah berbicara
dengan roh laki-laki yang mendatangi saya untuk memberikan saran berpakaian
kepada seorang teman bernama Sahar. Dia diminta berbicara di acara memorial
laki-laki tersebut di rumahnya. Sahar membawa sepatu modis yang tidak nyaman
dipakai. Roh tersebut ingin menegurnya untuk pakai sepatu biasa saja. (Lelaki
itu sebenarnya sangat bijaksana, tapi masalah sepatu ini benar-benar mengusik karena
dia sering membicarakan perihal sepatu
Sahar semasa hidupnya.)
Tak peduli apa kata
orang lain, satu hal yang pasti adalah kita mati setelah meninggal. Siapa pun
yang berpandangan berbeda pasti hidup dengan angkuh. Saya tidak bisa bilang saya paham,
tapi saya sangat yakin apa yang akan terjadi selanjutnya. Bagi saya, tidak ada
yang namanya kematian. Maksudnya, iya kita mati. Tubuh berhenti berfungsi, dan
jiwa meninggalkan tubuh kita. Saya menyadari itu. Namun, bukan jiwa yang berada
di dalam tubuh. Tubuh lah yang hidup di dalam jiwa kita. Jadi, jiwa kita akan
tetap mengembara meskipun tubuh sudah selesai menjalankan tugasnya di dunia.
Kita sangat mudah terjebak dalam pikiran manusiawi ketika memikirkan apa yang
akan terjadi selanjutnya, tapi seperti yang dikatakan Gertrude Stein: “there is
no there there.”
Sebagai spiritualis,
tugas saya bukan melacak keberadaan makhluk halus untuk menanyakan apa yang
mereka lakukan “di sana.” Saya hanya mengobrol dan membantu mereka. Saya juga
sering menjadi perantara antara mereka dan orang yang masih hidup. Mereka
sering menunjukkanku bagaimana rasanya ketika meninggal atau masa-masa bahagia
mereka. Mengobrol dengan roh sama normalnya seperti kita berbincang dengan
manusia biasa. Kadang santai, kadang serius juga. Rasanya seperti mengobrol
dengan orang tanpa tubuh. Dengan kata lain, saya melihat dan mendengarkan
mereka dengan seluruh diriku, bukan hanya mata dan telinga saja.
Waktu pertama kali
menjadi spiritualis, ada perempuan yang mendatangi saya karena dia merasakan
kehadiran arwah neneknya di rumah. Dia yakin kalau neneknya ingin menyampaikan
sesuatu kepadanya. Saya pergi ke rumah Bunga (sebut saja demikian) dengan penuh
semangat, dan memang merasakan kehadiran neneknya (sebut saja Mawar) di sana.
Neneknya ngotot ingin
menyampaikan pesan kepada cucunya, dan saya amat terkejut mendengarkan
ucapannya. “Ambil uang suamimu sampai habis. Lakukan sekarang!” katanya. Saya
awalnya tidak mau memberi tahu Bunga, karena dia sangat menyayangi neneknya dan
berharap mendapat pesan menyentuh. Tapi, saya tidak berhak mengubah isi pesan
yang diterima, jadi saya memberi tahu Bunga apa adanya. Bunga langsung
tertawa terbahak-bahak saat mendengarnya. Nenek Mawar ternyata terobsesi dengan
uang, dan kakeknya menghabiskan uang tabungan mereka untuk berjudi. Mawar tak
pernah bisa melupakan ini bahkan setelah meninggal, maka dia mendatangi cucunya
hanya untuk menyuruh Bunga mencuri uang suaminya. Dari sini, kita bisa melihat
kalau nilai-nilai, gairah, dan segala hal yang melekat pada diri akan terus
bersama kita ke manapun kita pergi.
Bila semasa hidup Anda
brengsek, setelah mati pun, Anda tetap orang brengsek. Kalau Anda mati penuh
rasa bersalah, rasa itu akan mengikuti. Seperti semua pengalaman transformatif,
kematian bisa menjadi penebusan dosa atau penyembuhan, tapi ini bukan jaminan.
Pikirkan setiap saat Anda merasa bisa mencapai kedamaian, kebebasan, atau
bahkan hanya istirahat, tapi Anda tidak bisa merasakannya. Mengambil inisiatif
itu tidak gampang, dan Anda harus percaya bahwa Anda berhak menjalankan hidup
dengan baik.
Istilah Surga dan
Neraka sebagai lokasi fisik yang menawarkan kedamaian dan hukuman materiil
hanya merupakan konsep agar mudah dipahami. Tapi menurut saya, tanpa bentuk
fisik, ya tidak ada yang namanya tempat. Secara teknis, kita bukannya
pergi kemana; dan tanpa patokan mengenai dimana, unsur kapan
menjadi sebuah dimensi yang semakin susah diukur. Ini tidak romantis, tidak
selalu menyenangkan atau buruk, pokoknya tidak mudah untuk digambarkan. Seperti
kehidupan nyata, karena itu memang bagian dari kehidupan, tapi pengalaman
kehidupan yang berbeda. Hal ini susah dibicarakan karena sebagai makhluk fisik,
kita hanya memiliki bahasa dan konteks pengertian kenyataan fisik. Bahasa
adalah hal fisik, yang membuatnya susah untuk menghindari klise ketika
membicarakan hal seperti ini. Bila Anda bingung, ingat saja ini: “Kita lebih
dari sekedar tubuh kita.”
Saya pernah berbicara
dengan banyak sekali orang mati yang menyesal selama hidupnya tidak mengejar
mimpi mereka demi menyenangkan orang lain. Yang saya pelajari dari itu adalah
bahwa kita harus berhenti mencoba menjadi orang lain. Lakukan apa yang
seharusnya Anda lakukan.
Setelah sebuah roh
menggugurkan tubuhnya, dia akan memasuki “fase kepompong,” dimana dia
terinsulasi, terlindungi, dan aman. Ini sebuah fase yang mengizinkan kita untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan baru dan melepaskan kehidupan fisik yang baru
kita tinggalkan.
Siklus ini rupanya
lebih mudah bagi anak-anak, orang yang berdamai dengan spiritualitas kematian, dan
mereka yang sudah tahu mereka akan meninggal. Karena tubuh itu tidak ada, maka
waktu juga tidak ada, jadi seberapa lama sebuah roh menetap di fase ini tidak
penting. Anda akan menetap di situ selama dibutuhkan.
Untuk memahami konsep
‘tidak ada waktu,’ bayangkan seperti Anda sedang bermimpi, Anda bisa tertidur
selama 15 menit dan ketika Anda bangun, mungkin Anda merasa sudah tidur
berjam-jam. Atau mungkin Anda bisa tidur delapan jam penuh dan ketika bangun, Anda merasa hanya beberapa menit telah
berlalu. Saat Anda tidak berada di dalam tubuh, waktu menjadi hal berbeda
karena waktu adalah konsep duniawi.
Masa hidup orang yang
sudah mati masing-masing sangat berbeda antara satu dengan yang lain. Jadi
tidak perlu memikirkan seberapa lama sebuah roh berada pada fase ini karena
waktu bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Saat seseorang memasuki fase
kepompong ini, mereka belum dapat berinteraksi, dan orang yang mereka cintai
belum dapat merasakan kehadiran mereka. Seperti sebuah perawatan spa untuk
roh dengan tulisan “jangan diganggu” di pintu. Roh tersebut bukannya tidak bisa
dihubungi, tapi tidak sopan kan bila diganggu.
Setelah sebuah roh
meninggalkan fase kepompong, dia akan tetap beresonansi dengan kepribadiannya
selama jangka waktu yang tidak diketahui. Orang yang sudah meninggal sering
menunggu kehadiran orang-orang terdekat karena alasan cinta atau kesetiaan,
tapi saya tidak dapat mengakses rencana perjalanan atau pengalaman mereka. Saya
hanya merupakan saluran untuk pesan. Seperti radio batiniah. Tapi saya tahu
bahwa pada titik waktu tertentu, sebuah roh akan menjadi penuh hingga memasuki
keadaan lengkap, mulai meninggalkan kepribadian mereka, lalu dipenuhi dengan
cahaya diri mereka yang hakiki, dan begitu indah.
Berbicara dengan
seseorang yang telah berhasil bertransformasi dari kepribadian mereka adalah
hal yang indah; seakan-akan arwah itu menjauhi dan mendekatiku sekaligus. Saya
tidak melihat cahaya seperti di film, di mana orang yang sudah meninggal
berubah menjadi bola cahaya. Tapi energi yang kita wujudkan memang menyerupai
cahaya dibanding bentuk lain. Indah bagi saya mengetahui bahwa hidup itu
sebenarnya tidak berakhir, tapi terus berubah bentuk selama perjalanan sesudah
mati.
Jessica Lanyadoo
0 comments:
Posting Komentar
Terima kasih telah mampir.
Silakan meninggalkan komentar dan SHARE ke media sosial Anda.