4. Wanita
tradisional. Memang bukan gadis jujur saja yang bisa tak pakai kutang. Wanita
yang setia pada nilai tradisi pun bisa tak berbeha. Misalnya,
perempuan-perempuan Bali pada masa Covarrubias atau Antonio Blanco pertama kali
bekunjung. Pada masa itu, pedesaan Bali dan Jawa, wanita biasa bertelanjang
dada. Masyarakat biasa-biasa saja dengan susu yang membusung maupun
menggantung. Mereka menerimanya sebagai keindahan yang wajar. Para pendatanglah
yang cengar-cengir, tersipu-sipu, atau horny sendiri melihat itu.
Sampai-sampai, penduduk menjadi jengah dan mulai menutup dadanya. Begitu pula
suku-suku pedalaman, seperti di Papua atau Kalimantan, mereka tidak mengenal
beha dan mereka baik-baik saja. Tetek yang dibiarkan terbuka tak pernah
membikin kekacuan dunia.
5. Perempuan
pemberontak. Sebagian perempuan memilih tak pakai beha sebagai pemberontakan
terhadap kapitalisme dan patriarki. Ini dimulai para feminis di barat dengan
gerakan no bra oleh para aktivis Women’s Lib di tahun 70-an. Mereka beranggapan
bahwa perempuan telah terlalu dikekang. Antara lain oleh beha dan korset. Beha
dan korset membuat tubuh perempuan terbelenggu, secara fisik dan psikologis.
Korset dan bra membuat perempuan dapat dan harus tampil dengan dada montok dan
pinggang sempit. Belum lagi, industry beha diuntungkan dengan keinginan dan
keharusan bertubuh gitar. Bayangkan keuntungan perusahaan kutang jika sepertiga
dari lima milyar penduduk dunia ini memakai beha dan mereka ganti setiap hari
dengan siklus tiga hari. Berarti, diperlukan sekitar 5 milyar kutang juga
setiap tiga hari! Semakin perempuan mengekang teteknya, semakin untung
perusahaan.
Nilai yang tak masuk akal serta akibatnya yang
merugikan perempuan dilawan oleh beberapa feminis dengan gerakan no bra.
Lepaskan behamu dan biarkan tubuhmu bebas (dan jangan menambah keuntungan kaum
industry kutang)! Gerakan ini sempat menular, dalam bentukk sedikit berbeda, ke
Bandung di tahun 70-an, dengan adanya Oreksas dan ATD : Organisasi Seks Bebas dan
Anti Tjelana Dalam. Akibatnya, orang-orang dari luar Bandung membayangkan para
mojang priangan yang terkenal berkulit kuning langsat naik becak tanpa celana
dalam. Padahal, sayangnya, tak ada yang bisa membuktikan. Ide Oreksas dan ATD
barangkali hanya sebatas wacana yang digembar-gemborkan majalah Aktuil pimpinan
Remy Silado si penyair mbeling di tahun 70-an. Gerakan ATD ini bisa dibilang
gagal dari segi marketing. Sebab tak ada merek lingerie yang mau beriklan di
sana.
6. Anggota
kelompok nudis. Masyarakat nudis atau telanjang, yang terdapat di beberapa
tempat di Eropa, juga merupakan masyarakat yang menantang modernism. Jadi, ada
semangat pemberontakan juga di sana. Mereka beranggapan bahwa modernism telah
begitu menjauhkan manusia dari alam, membuat manusia tidak wajar lagi.
Contohnya ya itu tadi: peradaban malah membuat manusia tak bisa lagi
jalan-jalan tanpa pakaian meskipun di musim panas, manusia tak lagi santai dan
wajar dengan bagian-bagian tubuhnya. Bukankah mamalia lain tidak mengenakan
pakaian dan tak pernah ada pemerkosaan dalam bangsa hewan! Kaum nudis ingin
mengembalikan kewajaran itu. Sementara, orang-orang yang pikirannya penuh nafsu
justru melihat kaum ini sebagai pengumbar aurat. Padahal, tujuan kaum nudis ini
lumayan mulia juga.
7. Cewek
cuek. Salah satu alasan untuk tidak melakukan sesuatu adalah tidak peduli.
Salah satu alasan untuk tidak memakai beha adalah tidak peduli. Cewek cuek
bersikap peduli setan dengan nilai-nilai, dengan pandangan orang, dan dengan
bentuk payudara. Mereka tak ingin tampak wah dengan menggunakan push up bra
atau membuat lelaki tersipu-sipu dengan tidak mengenakan bra. Mereka
semata-mata tidak peduli.
8. Gadis
baik-baik yang tak ingin mengecewakan calon pacar. Jika gadis jujur tidak ingin
membohongi diri sendiri mengenai ukuran payudaranya, gadis baik-baik tidak
ingin membohongi calon pacar.
Ada satu pengalaman seorang kawan wanita. Pernah
dia menikmati betul memakai beha dengan sumpal busa yang membuat payudaranya
dua nomor lebih besar. Dia menikmati mata yang memandang perbandingan dada dan
pinggang dengan cemburu (atau dia kira cemburu – barangkali sesungguhnya mereka
sudah curiga). Sampai suatu kali dia bertemu dengan seorang lelaki dan saling
tahu bahwa akan berkencan juga akhirnya. Begitulah, pada kesempatan makan malam
pertama, dia telah meninggalkan busa beha itu, meskipun belum meninggalkan
behanya – barangkali, karena berharap ada kesempatan kedua. Kesempatan kedua
tak pernah ada. Karena mereka telah terlanjur bercinta di kesempatan pertama.
Apapun, tujuannya baik-baik. Agar jangan pacarnya merasa membeli kucing dalam
kutang.
0 comments:
Posting Komentar
Terima kasih telah mampir.
Silakan meninggalkan komentar dan SHARE ke media sosial Anda.