Orang yang terlahir sebagai orang afrika, tahu bahwa dirinya hitam.
Anak yang berangking buncit di kelas,
tahu bahwa dia tidak sepandai teman-teman di kelas.
Tidak ada masalah dengan perbedaan.
Dia tahu dirinya berbeda, orang lain pun tahu bahwa mereka berbeda.
Sekali lagi tidak ada yang salah dengan itu.
Tapi....
Semua akan menjadi masalah ketika hal berbeda tersebut dipakai sebagai ujaran bermakna peyoratif.
Saya tahu bahwa saya tidak pintar,
tapi akan tidak enak bila orang memanggil saya "bodoh".
Anda punya kaki pincang, senang kalau setiap kali orang panggil Anda pincang?
Tanyalah ke orang negro, nyamankah mereka dipanggil "niger"?
Iya...saya tahu tidak bisa masuk ke sebuah klub elite karena saya miskin, semua orang tahu itu,
dan jadi tidak nyaman ketika mereka, orang-orang kaya itu, meskipun dengan cara manis dan sopan,
selalu mengulang-ulang kalimat yang sama,
"Maaf ya, kami ga berniat menghina, tapi kamu ga bisa masuk klub kami karena kamu miskin.
Maaf ya..."
Disintegrasi terjadi bukan karena perbedaan.
Perpecahan diawali dan akhirnya menghancurkan karena ujaran-ujaran peyoratif yang dipolitisir dan terus diulang-ulang.
Pincang, negro, cina lu, dasar miskin, orang tolol, kafir, jangan gaul sama orang jawa, komunis kau, dasar jelek, pesek lu, hitam kau....!!
**
Ucapkan hari raya agama lain bila Anda pikir itu boleh dan layak.
Dan tidak usah ucapkan bila itu tidak sesuai dengan akidahmu tanpa perlu gembar gembor agar kelakuan Anda dimengerti orang beragama lain.
Salam anget